Kamis, 05 November 2015

"ANAK KABUT"


Assalamualaikum Wr. Wb

Hai readers! Berjumpa lagi dengan tulisan saya yang kesekian kalinya. Sebelumnya saya berterima kasih kepada Allah SWT karena pada saat ini saya masih dapat memberikan pengalaman saya kepada para pembaca.

Kali ini saya tidak akan membahas tentang film lagi mungkin kalian bosan hahaha tetapi masih ada sih unsur-unsur seperti tokoh, latar seperti yang ada di film. Yap, kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya menonton sebuah drama monolog. Ada yang sudah tahu apa itu drama monolog? Drama monolog ini merupakan drama yang hanya satu orang jadi kaya kita berbicara sendiri.

Langsung saja yaa….

Tepatnya pada hari kamis, 29 Oktober 2015 bertempat di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan. Saat itu, saya dengan teman-teman saya menonton drama monolog bukan iseng sih tetapi untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Antropologi. Judul yang diambil pada drama monolog itu adalah “Anak Kabut”. Aneh bukan? Akupun bingung dengan judul yang diambil oleh Sang Sutradara Soni Farid Maulana itu.

Saya sempat berfikir jika judulnya itu pasti tentang bencana asap yang melanda di Pulau Sumatera. Tetapi apakah mungkin tema tentang bencana asap itu bisa dipentaskan dengan cara monolog? Pasti akan banyak begitu peran yang diambil dan juga monolog itu seperti ibaratnya kita ngomong sendiri. Jadi gimana dong?

Awal pementasan dibuka oleh seorang wanita yang bisa dibilang baru selesai mandi, karena dapat dilihat dari pakaiannya yang minim memakai celana pendek dan baju ala rumahan dengan rambut yang masih memakai handuk. Tiba-tiba dia bercermin lalu dia berbicara, “ sayang, aku mau di tato”. sambil memegang payudaranya. Disitu saya langsung “ini monolog apaan kenapa kaya gini?” beda banget gitu sama apa yang saya pikirkan sebelumnya. Ternyata dibalik judul “Anak Kabut” ada makna mendalam yang amat dalam.

Setelah itu, ia (wanita) mengambil sebuah majalah lalu dibacakannya bacaan di majalah itu dengan penuh penghayatan. Sedikit bingung sih awalnya, karena wanita itu jika menurut saya terlalu berlebihan atau bisa dibilang seperti orang gila. Karena wanita itu terlalu berekspresi dan menghayati dengan sepenuh jiwanya.

Setelah bertahun-tahun lamanya, luka yang ada dibenaknya terasa lagi dan tak terbendung kemudian tumpah ruah hingga tak terkendali. Ingatan buruk yang selalu hadir dan menghantuinya selalu datang membayang-bayanginya sampai ia seperti orang gila. Kenangan itu muncul seraya dengan kerinduannya terhadap kekasihnya yang dulu dibawa oleh para penguasa negeri untuk dibakar hidup-hidup karena dianggap sebagai provokator dari pihak lawan.

Padahal semua itu tidak benar, kenyataannya kekasihnya itu merupakan seorang kuli bangunan meskipun ia merupakan lulusan dari Universitas ternama. Selain ia merengek tentang kekasihnya yang mati, ia juga merengek akan para koruptor yang bisa naik ke pemerintahan dinegeri ini. Aneh memang tapi keren gitu. Kenapa? Karena Sang Sutradara dapat menyisipkan pesan-pesan dibalik makna dan omongan si tokoh utama dan ia juga pandai menyisipkan kritik-kritik yang tidak diduga sebelumnya.

Kemudian ia bercerita jika ia merupakan korban pemerkosaan dari segerombolan orang berhati nero. Mungkin yang dimaksudkan itu yaitu orang-orang jahat. Yang dapat dilihat dari omogannya dan penghayatan tokoh dalam menceritakan kejadian itu. Sedih memang, ia harus menahan semua rasa amarah itu di dalam benaknya dan juga ia harus menahan sedih krena kekasihnya mati dibunuh oleh para penguasa itu. Ia juga mempertanyakan tentang reformasi dan komnas HAM yang tidak memperjuangjuangkan nasib dan hak-hak teman-temannya. Semua itu hanya akan ramai diperbincangkan di Koran ataupun media massa tanpa ada pergerakan sama sekali.

Yang lebih mengkhawatirkan sekali yaitu ketika tokoh utama berkata jika” Semua itu hanya akan mereka publish ke koran-koran sedangkan pelakunya masih bisa bebas jalan-jalan sesuka hati mereka. Di dunia nyata pun sama contohnya yaitu para koruptor yang bisa jalan-jalan, mondar mandir, keliling kota padahal ia merupakan tahanan Negara yang sangat merugikan masyarakat.

Pesan, kesan dan hal yang dapat disimpulkan seusai menonton pentas drama monolog ini yaitu drama monolog ini merupakan cerminan dari dunia ini dan tidak berbeda jauh dengan kehidupan kita diluar sana sehingga kita dapat memperaiki diri kita. Kita juga dapat menyikapi permasalahan yang ada jadi kita sebagai masyarakat tidak pasif akan permasalahan di negeri ini. Meskipun judul dan isi dari drama ini berbeda dri apa yang saya perkiran tetapi menurut saya semuanya keren dan memiliki unsur pesan moral yang dapat diambil dari drama monolog ini.

Sekian dari tulisan tangan saya. Mohon maaf bila ada salah-salah kata. Wassalamualaikum Wr. Wb